Jumat, 27 Maret 2015

TUGAS 1

1.      Jelaskan teori-teori tentang penalaran dan kaitannya dengan bahasa indonesia!
Pengertian Penalaran
Penalaran adalah suatu proses berpikir manusia yang menghubungkan data/fakta yang ada sehingga memperoleh suatu simpulan.  Fakta/data yang akan digunakan dalam penalaran itu boleh benar atau tidak.  Kalimat pernyataan yang dapat dipergunakan sebagai data itu disebut proposisi.  Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi-proposisi yang sejenis.  Berdasarkan sejumlah proposisi yang sudah diketahui, orang lain akan menyimpulkan sebuah proposisi baru yang belum diketahui sebelumnya.  Proses inilah yang disebut menalar.  Kegiatan penalaran mungkin bersifat ilmiah atau tidak ilmiah.  Dari proses penalaran itu dapat dibedakan sebagai penalaran induktif dan penalaran deduktif.  Penalaran ilmiah mencakup kedua proses penalaran itu.
Ciri-ciri Penalaran
Adanya suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebut logika( penalaran merupakan suatu proses berpikir logis ).Sifat analitik dari proses berpikir. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu. Perasaan intuisi merupakan cara berpikir secara analitik.

Bentuk Penalaran
Bentuk-bentuk penalaran yang sering digunakan dalam wancana keseharian berupa penalaran asosiatif dan skema dissosiatif. Penalaran asosiatif berbentuk penalaran yang memasukkan beberapa unsure penalaran dan mengevaluasi atau mengorganisasikan unsur yang lainnya. Penalaran dissosiatif merupakan bentuk penalaran yang memisahkan atau mengurai unsur-unsur penalaran yang semula merupakan satu kesatuan . jenis penalaran assosiatif tersebut tidaklah mutlak hanya berupa satu jenis penalaran, tetapi lebih mengarah pada kecenderungan, terutama pada unsur bukti dan pembuktiannya.

Metode Penalaran
·         Penalaran Induktif
Penalaran induktif adalah penalaran yang memberlakukan atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum (Smart,1972:64). Penalaran ini lebih banyak berpijak pada observasi inderawi atau empiri. Dengan kata lain penalaran induktif adalah proses penarikan kesimpulan dari kasus-kasus yang bersifat individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum.(Suriasumantri, 1985:46). Inilah alasan eratnya kaitan antara logika induktif dengan istilah generalisasi.

Jenis – jenis Penalaran Induktif :
Ø  Generalisasi, yaitu proses penalaran berdasarkan pengamatan atas sejumlah gejala dengan sifat-sifat tertentu untuk menarik kesimpulan mengenai semua atau sebagian dari gejala serupa.
Contoh:
Orang Indonesia peramah; Bangsa Jepang adalah pekerja yang ulet; Orang Batak pandai menyanyi.
Ø  Analogi (Analogi Induktif), yaitu proses penalaran untuk menarik suatu kesimpulan/inferensi tentang kebenaran suatu gejala khusus berdasarkan kebenaran gejala khusus lain yang memiliki sifat-sifat esensial yang bersamaan.
Contoh:
Siswa di Medan berseragam; siswa di Jakarta berseragam; siswa di Papua juga berseragam. Jadi, dapat dianalogikan bahwa siswa di Semarang juga berseragam.
Ø  Hubungan Sebab-Akibat
Menurut prinsip umum, semua peristiwa ada penyebabnya. Jangan menarik kesimpulan (sebab-akibat) yang tidak sah. Misalnya, orang menghubungkan suatu wabah atau penyakit dengan kutukan dewa atau tempat tertentu yang dianggap keramat.
Hubungan sebab-akibat antarperistiwa dapat berupa: hubungan sebab ke akibat, akibat ke sebab, atau akibat ke akibat.

·         Penalaran Deduktif
Penalaran Deduktif adalah suatu penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus.
Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional,instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahuluharus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian dilapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakankata kunci untuk memahami suatu gejala.

Jenis – jenis Penalaran Deduktif :
Ø  Silogisme Kategorial : Silogisme yang terjadi dari tiga proposisi. Silogisme kategorial disusun berdasarkan klasifikasi premis dan kesimpulan yang kategoris. Konditional hipotesis yaitu : bila premis minornya membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Bila minornya Menolak anteseden, simpulannya juga menolak konsekuen. Premis yang mengandung predikat dalam kesimpulan disebut premis mayor, sedangkan premis yang mengandung subjek dalam kesimpulan disebut premis minor.

Contoh :
Premis Mayor : Tidak ada manusia yang abadi
Premis Minor : Socrates adalah manusia
Kesimpulan : Socrates tidak abadi

Ø  Silogisme Hipotesis : Silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi konditional hipotesis. Menurut Parera (1991: 131) Silogisme hipotesis terdiri atas premis mayor, premis minor, dan kesimpulan. Akan tetapi premis mayor bersifat hipotesis atau pengadaian dengan jika … konklusi tertentu itu terjadi, maka kondisi yang lain akan menyusul terjadi. Premis minor menyatakan kondisi pertama terjadi atau tidak terjadi. Ada 4 (empat) macam tipe silogisme hipotesis:

Silogisme hipotesis yang premis minornya mengakui bagian antecedent, seperti:
Jika hujan, saya naik becak.
Sekarang hujan.
Jadi saya naik becak.

Silogisme hipotesis yang premis minornya mengakui bagiar konsekuennya, seperti:
Bila hujan, bumi akan basah.
Sekarang bumi telah basah.
Jadi hujan telah turun.

Silogisme hipotesis yang premis minornya mengingkari antecedent, seperti:
Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka
kegelisahan akan timbul. Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa, Jadi kegelisahan tidak akan timbul. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya, seperti:
Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah Pihak penguasa tidak gelisah. Jadi mahasiswa tidak turun ke jalanan.

Entimen : Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun tulisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan kesimpulan.
Entimen atau Enthymeme berasal dari bahasa Yunani “en” artinya di dalam dan “thymos” artinya pikiran adalah sejenis silogisme yang tidak lengkap, tidak untuk menghasilkan pembuktian ilmiah, tetapi untuk menimbulkan keyakinan dalam sebuah entimem, penghilangan bagian dari argumen karena diasumsikan dalam penggunaan yang lebih luas, istilah “enthymeme” kadang-kadang digunakan untuk menjelaskan argumen yang tidak lengkap dari bentuk selain silogisme.
Menurut Aristoteles yang ditulis dalam Retorika, sebuah “retorik silogisme” adalah bertujuan untuk pembujukan yang berdasarkan kemungkinan komunikan berpendapat sedangkan teknik bertujuan untuk pada demonstrasi. Kata lainnya, entimem merupakan silogisme yang diperpendek.




2.      Jelaskan apa yang dimaksud dengan metode ilmiah dan kaitannya dengan metodologi penulisan
Metode ilmiah merupakan suatu pengajaran terhadap kebenaran yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan logis. Karena ideal dari ilmu adalah untuk memperoleh interelasi yang sistematis dari fakta-fakta, maka metode ilmiah berkehendak untuk mencari jawaban tentang fakta-fakta dengan menggunakan pendekatan kesangsian sistematis. Karena itu, penelitian dan metode ilmiah mempunyai hubungan yang dekat sekali, jika tidak dikatakan sama.

Metode Ilmiah memiliki ciri-ciri keilmuan, yaitu :
1.      Rasional: sesuatu yang masuk akal dan terjangkau oleh penalaran manusia
2.      Empiris: menggunakan cara-cara tertentu yang dapat diamati dengan menggunakan panca indera
3.      Sistematis: menggunakan proses dengan langkah-langkah logis.

Syarat-syarat Metode Ilmiah, diantaranya :
1.      Obyektif, artinya pengetahuan itu sesuai dengan objeknya atau didukung metodik fakta empiris.
2.      Metodik, artinya pengetahuan ilmiah diperoleh dengan menggunakan cara-cara tertentu yang teratur dan terkontrol.
3.      Sistematik, artinya pengetahuan ilmiah itu tersusun dalam suatu sistem, tidak berdiri sendiri, satu dengan yang lain saling berkaitan.
4.      Universal, artinya pengetahuan tidak hanya berlaku atau dapat diamati oleh seseorang atau beberapa orang saja tetapi semua orang melalui eksperimentasi yang sama akan memperoleh hasil yang sama.

Sifat Metode Ilmiah :
1.      Efisien dalam penggunaan sumber daya (tenaga, biaya, waktu).
2.      Terbuka (dapat dipakai oleh siapa saja).
3.      Teruji (prosedurnya logis dalam memperoleh keputusan).


Pola pikir dalam metode ilmiah :
1.      Induktif:  Pengambilan kesimpulan dari kasus yang bersifat khusus menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup terbatas dalam menyusun argumentasi dan terkait dengan empirisme.
2.      Deduktif: Pengambilan kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola pikir silogismus dan terkait dengan rasionalisme.


Langkah – langkah Metode Penelitian, diantaranya :
a.       Perumusan masalah
Proses kegiatan ilmiah dimulai ketika kita tertarik pada sesuatu hal.     Ketertarikan ini karena manusia memiliki sifat perhatian. Pada saat kita tertarik pada sesuatu, sering timbul pertanyaan dalam pikiran kita. Perumusan masalah merupakan langkah untuk mengetahui masalah yang akan dipecahkan sehingga masalah tersebut menjadi jelas batasan, kedudukan, dan alternatif cara untuk memecahkan masalah tersebut. Perumusan masalah juga berarti pertanyaan mengenai suatu objek serta dapat diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan objek tersebut. Masalah yang ditemukan diformulasikan dalam sebuah rumusan masalah, dan umumnya rumusan masalah disusun dalam bentuk pertanyaan.
b.      Pembuatan kerangka berfikir
Pembuatan kerangka berfikir merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan antar berbagai faktor yang berkaitan dengan objek dan dapat menjawab permasalahan. Pembuatan kerangka berfikir menggunakan pola berfikir logis, analitis, dan sintesis atas keterangan-keterangan yang diperoleh dari berbagai sumber informasi. Hal itu diperoleh dari wawancara dengan pakar atau dengan pengamatan langsung.
c.       Penarikan hipotesis
Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap suatu permasalahan. Penyusunan hipotesis dapat berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh orang lain. Dalam penelitian, setiap orang berhak menyusun hipotesis. Masalah yang dirumuskan harus relevan dengan hipotesis yang diajukan. Hipotesis digali dari penelusuran referensi teoretis dan mengkaji hasil-hasil penelitian sebelumnya.
d.      Pengujian Hipotesis/eksperiment
Pengujian hipotesis dilakukan dengan cara menganalisis data. Data dapat diperoleh dengan berbagai cara, salah satunya melalui percobaan atau eksperimen. Percobaan yang dilakukan akan menghasilkan data berupa angka untuk memudahkan dalam penarikan kesimpulan. Pengujian hipotesis juga berarti mengumpulkan bukti-bukti yang relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat bukti-bukti yang mendukung hipotesis.
e.       Penarikan kesimpulan
Penarikan kesimpulan merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima. Hipotesis yang diterima dianggap sebagai bagian dari pengetahuan ilmiah, sebab telah memenuhi persyaratan keilmuan. Syarat keilmuan yakni mempunyai kerangka penjelasan yang konsisten dengan pengetahuan ilmiah sebelumnya serta telah teruji kebenarannya. Melalui kesimpulan maka akan terjawab rumusan masalah dan hipotesis yang diajukan dapat dibuktikan kebenarannya.


SIMPULAN: Metode Ilmiah sebagai wahana peneguh Ilmu Pengetahuan, dengan cara:
1.      Mengadakan deskripsi, menggambarkan secara jelas dan cermat hal-hal yang dipersoalkan.
2.      Menerangkan/Eksplanasi, menerangkan kondisi-kondisi yang mendasari terjadinya peristiwa peristiwa/gejala.
3.      Menyusun Teori, mencari dan merumuskan hukum-hukum mengenai hubungan antara kondisi yang satu dengan yang lain atau hubungan peristiwa yang satu dengan yang lain.
4.      Membuat Prediksi/Peramalan, membuat ramalan, estimasi dan proyeksi mengenai peristiwa-peristiwa yang bakal terjadi atau gejala-gejala yang akan muncul.
5.      Melakukan Pengendalian, melakukan tindakan guna mengendalikan peristiwa-peristiwa atau gejala-gejala.


Teori Kebenaran Ilmiah
a.       Teori koherensi : pernyataan dianggap benar jika pernyataan itu bersifata koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Misalnya : setiap manusia akan mati, maka di fulan pasti akan mati.
b.      Teori korespondensi : pernyataan dianggap benar jika materi pengetahuan yang dikandung itu berkorespondensi (berhubungan) dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Ibu kota Indonesia adalah Jakarta, dan memang faktanya ibukota Indonesia adalah Jakarta.
c.       Teori pragmatis, ialah kebenaran suatu pernyataan diukur dengan criteria apakah pernyataan itu bersifat fungsional dalam kehidupan praktis atau memiliki kegunaan dalam kehidupan manusia.



Kesimpulan: dengan kita mengetahui metode ilmiah dan pengembangan dalam sistem penulisan ilmiah yg baik, maka dapat dihasilkan sebuah karya ilmiah yang bagus




Referensi:

TULISAN 1

1.      Bagaimana peranan bahasa daerah dalam perkembangan Bahasa Indonesia?
Sebagai bahasa resmi dalam penyelenggaraan pemerintah dan pendidikan serta pengembangan keilmuan, bahasa indonesia memerlukan pengembangan kata dan  istilah. Kekayaan kosakata suatu bahasa mengindikasikan kemajuan peradaban bangsa. Seiring berjalannya waktu, bahasa indonesia terus menunjukkan perkembangan. Perkembangan bahasa indonesia telah diwarnai bahasa asing seperti bahasa Arab, Portugis, Cina, Belanda, dll. Selain diwarnai dan dipengaruhi bahasa asing, bahasa Indonesia juga dipengaruhi bahasa daerah atau bahasa lokal. Peran bahasa lokal terhadap perkembangan bahasa Indonesia cukup signifikan.
Interaksi budaya mengakibatkan kosakata bahasa-bahasa Indonesia yang berlatar belakang bahasa ibu turut mecoraki perkembangan kosakata bahasa Indonesia. Bahasa lokal, terutama bahasa lokal yang memiliki tradisi tulis serta memiliki penutur dalam jumlah besar memiliki pengaruh terhadap bahasa Indonesia.
Pengaruh urbanisasi sangat besar terhadap penyerapan kosakata bahasa lokal ke dalam bahasa Indonesia. Orang-orang dari daerah yang merantau ke kota-kota besar membuat mereja tidak bisa meninggalkan bahasa lokalnya secara seketika, sehingga kosakata dalam bahasa lokal nyatak sengaja terlontar. Bahasa lokal yang diucapkan oleh perantau inilah yang lambat laun diserap menjadi bahasa Indonesia.
Terdapat ratusan bahasa lokal yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Umumnya bahasa lokal mewakili suatu suku, namun keragaman budaya tak jarang membuat sebuah suku memiliki berbagai jenis bahasa lokal. Bahasa lokal sangat penting keberadaannya. Banyak kosakata dari bahasa lokal diserap jadi bahasa indonesia sehingga memperkaya bahaa indonesia. Selain itu, bahasa lokal adalah identitas sebuah budaya, terutama budaya lokal. Bahasa lokal harus dilestarikan agar tidak punah ditelan waktu.
Beberapa kelebihan bahasa lokal antara lain: komunikasi antar sesama suku dapat berjalan lebih akrab sehingga rasa persaudaraan akan lebih terjalin, bahasa lokal tidak bersifat kaku karena bukan bahasa resmi. Sedangkan kelemahan bahasa lokal adalah dapat menimbulkan kesalahpahaman jika bahasa lokal dilontarkan secara tidak sengaja di hadapan orang yang tidak mengerti, dan bahasa serapan dari bahasa lokal sulit dipelajari orang asing karena berbeda dialek.
Posisi bahasa lokal adalah sebagai penunjang bahasa Indonesia. Sebab mayoritas kosakata bahasa indonesia adalah serapan dari bahasa-bahasa lain terutama bahasa daerah, sehingga bahasa Indonesia kerap disebut sebagai bahasa persatuan. 


 Kontribusi Kosakata Bahasa Daerah dalam Bahasa Indonesia
Indonesia terdiri atas berbagai suku dengan bahasanya masing-masing. Berdasarkan laporan hasil penelitian Kekerabatan dan Pemetaan Bahasa-Bahasa di Indonesia yang dilakukan oleh Badan Bahasa pada tahun 2008, telah berhasil diidentifikasi sejumlah 442 bahasa. Hingga tahun 2011, tercatat terjadi penambahan sejumlah 72 bahasa sehingga jumlah keseluruhannya menjadi 514 bahasa. Jumlah tersebut masih dapat bertambah karena masih ada beberapa daerah yang belum diteliti. Di dalam situasi yang multikultural dan multilingual tersebut, sentuh bahasa dan sentuh budaya tidak dapat dihindari. Kontak bahasa itu menimbulkan saling serap antara unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain.

Penyerapan kosakata bahasa daerah, terutama kosakata budaya, merupakan suatu usaha yang harus didukung dalam usaha pengembangan bahasa Indonesia. Dukungan tersebut layak diberikan karena ternyata banyak sekali konsep yang berasal dari kosakata bahasa daerah yang tidak dapat ditemukan dalam konsep bahasa Indonesia dan kalaupun ada, bentuknya biasanya berupa frasa. Selain itu, kosakata bahasa daerah juga memiliki ungkapan yang berisi nilai-nilai kearifan lokal yang biasanya hanya dapat dijumpai dalam bahasa tertentu.

Selain itu, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cepat, perkembangan itu juga harus diimbangi dengan pengembangan kosakata. Kosakata serapan dari bahasa daerah, dalam hal ini, dapat dimanfaatkan sebagai media alternatifnya. Sejauh ini, sudah ada beberapa istilah yang telah dimanfaatkan dan sudah diterima oleh masyarakat, misalnya kata unduh dan unggah yang diserap dari bahasa Jawa yang digunakan sebagai padanan kata download dan upload.

Usaha penyerapan kosakata tersebut tentunya harus diikuti dengan kodifikasi sehingga nantinya akan tercipta keteraturan bentuk yang sesuai dengan kaidah pemakaian bahasa Indonesia. Salah satu bentuk produk kodifikasi itu ialah Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). KBBI juga menjadi penting karena kamus itu dibuat oleh lembaga pemerintah dan dipakai sebagai acuan oleh masyarakat. Selain itu, keberagaman kosakata bahasa daerah yang terserap di dalamnya dapat menjadi salah satu tolok ukur seberapa jauh pemerintah memperhatikan bahasa daerah di Nusantara. Dalam konteks persatuan, dimasukkannya kosakata bahasa daerah secara tidak langsung akan menumbuhkan rasa memiliki bahasa Indonesia.

Bahasa Daerah dan Fungsinya

Dalam rumusan Seminar Politik Bahasa (2003) disebutkan bahwa bahasa daerah adalah bahasa yang dipakai sebagai bahasa perhubungan intradaerah atau intramasyarakat di samping bahasa Indonesia dan yang dipakai sebagai sarana pendukung sastra serta budaya daerah atau masyarakat etnik di wilayah Republik Indonesia. Bahasa Indonesia, bahasa rumpun Melayu, dan bahasa asing tidak masuk dalam kategori bahasa daerah. Kemudian, dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2007, juga dijelaskan mengenai batasan bahasa daerah, yaitu bahasa yang digunakan sebagai sarana komunikasi dan interaksi antaranggota masyarakat dari suku atau kelompok etnis di daerah dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Batasan yang kedua, dibandingkan dengan batasan pertama, sama-sama melihat bahasa daerah dari sudut pandang fungsi dan area pemakaian bahasa. Akan tetapi, batasan kedua lebih jelas dalam menunjukkan hal penutur bahasa daerah, yakni suku atau kelompok etnis. Meskipun demikian, kedua batasan tersebut tampaknya masih dirasa kurang lengkap. Batasan tersebut tidak menyebutkan secara jelas asal-usul bahasa dan penuturnya. Oleh karena itu, batasan bahasa daerah itu disempurnakan lagi dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan secara turun-temurun oleh warga negara Indonesia di daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bahasa daerah setidaknya memiliki lima fungsi, yaitu sebagai (1) lambang kebanggaan daerah, (2) lambang identitas daerah, (3) alat perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah, (4) sarana pendukung budaya daerah dan bahasa Indonesia, serta (5) pendukung sastra daerah dan sastra Indonesia. Sementara itu, dalam hubungannya dengan fungsi bahasa Indonesia, bahasa daerah berfungsi sebagai (1) pendukung bahasa Indonesia, (2) bahasa pengantar di tingkat permulaan sekolah dasar di daerah tertentu untuk memperlancar  pengajaran bahasa Indonesia dan/atau pelajaran lain, dan (3) sumber kebahasaan untuk memperkaya bahasa Indonesia. Selain itu, dalam situasi tertentu bahasa daerah dapat menjadi pelengkap bahasa Indonesia dalam penyelenggaraan pemerintah di tingkat daerah.

Kontribusi Kosakata Bahasa Daerah dalam Bahasa Indonesia

Ada beberapa cara untuk mengetahui seberapa besar kontribusi kosakata bahasa daerah dalam bahasa Indonesia. Salah satunya adalah dengan melihat keberadaan kosakata bahasa daerah di dalam kamus. Kamus, selain menjadi sumber rujukan dalam memahami makna kata suatu bahasa, juga merupakan rekaman tertulis penggunaan bahasa yang (pernah) digunakan oleh masyarakat penggunanya. KBBI merupakan salah satu kamus komprehensif yang merekam penggunan kata, termasuk di dalamnya kosakata bahasa daerah yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia. KBBI disusun berdasarkan kamus bahasa Indonesia yang telah ada sebelumnya, seperti Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1985), Kamus Indonesia (Harahap, 1951), dan Kamus Modern Bahasa Indonesia (Zain, t.t.).

KBBI Pusat Bahasa Edisi Keempat (2008) memuat kurang lebih 70 bahasa daerah yang telah dianggap sebagai warga bahasa Indonesia. Selain bahasa daerah, KBBI juga memuat dialek Melayu, seperti Melayu Jakarta, Melayu Jambi, dan Melayu Medan, serta memuat bahasa asing, seperti bahasa Arab, bahasa Belanda, dan bahasa Cina.

Kosakata dari bahasa daerah tersebut dapat diidentifikasi dengan dua cara, yaitu (1) melihat label yang ditulis antara lema dan kelas kata dan (2) melihat informasi asal bahasa yang ada di dalam definisi. Berdasarkan penghitungan dengan hanya memperhatikan label penggunaan bahasa daerah, diketahui bahwa kosakata serapan bahasa daerah berjumlah 3.592 entri. Jika dilihat dari jumlah entri yang terdapat dalam KBBI Edisi Keempat (2008) yang memuat 90.049 entri, bahasa daerah ternyata hanya memberikan kontribusi sebesar lebih kurang 3,99% dalam kosakata bahasa Indonesia. Jumlah tersebut sungguh sangat kecil. Oleh karena itu, pernyataan yang menyebutkan bahwa bahasa daerah adalah pilar utama dan penyumbang terbesar kosakata bahasa negara, seperti yang tersurat dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2007, perlu dipertimbangkan kembali.
ada beberapa faktor lain yang memengaruhi banyak atau sedikitnya kosakata bahasa daerah diserap ke dalam bahasa Indonesia, khususnya ke dalam KBBI, yaitu
 kekerapan penggunaan kosakata bahasa daerah oleh wartawan di media massa,
 kekerapan penggunaan kosakata bahasa daerah oleh penulis atau sastrawan dalam karangannya,
 kekerapan penggunaan kosakata bahasa daerah oleh tokoh publik, dan
 ketersediaan konsep baru pada kosakata bahasa daerah yang tidak dimiliki oleh bahasa Indonesia.

Bahasa Melayu dengan berbagai dialeknya dalam KBBI tidak dianggap sebagai bahasa daerah karena bahasa Melayu mendasari bahasa Indonesia dan telah dipakai sebagai lingua franca selama berabad-abad di seluruh kawasan Indonesia. Sumbangan dialek bahasa Melayu dalam kosakata bahasa Indonesia di dalam KBBI (2008), dengan melihat label yang ditulis antara lema dan kelas kata, tercatat sebanyak 596 entri, seperti terlihat pada tabel di bawah ini. Jumlah tersebut, jika diperingkatkan dalam tabel penyumbang kosakata, berada pada posisi ketiga, setelah bahasa Jawa dan bahasa Minang.

Kosakata bahasa daerah merupakan sumber dan benih pengembangan kosakata bahasa Indonesia. Penyerapan kosakata bahasa daerah bermanfaat untuk pemekaran dan pemerkayaan bahasa Indonesia serta untuk pengembangan bahasa daerah itu sendiri.

Besar kecilnya kosakata suatu bahasa daerah yang diserap ke dalam bahasa Indonesia, khususnya yang telah dimuat di dalam KBBI, janganlah dianggap sebagai satu-satunya ukuran dalam upaya pengembangan kosakata. Usaha untuk mengembangkan kosakata budaya tersebut harus terus dilakukan. Masyarakat harus didorong dan diberi kemudahan sehingga memiliki ruang gerak dan potensi untuk memperkenalkan atau memopulerkan budayanya melalui kosakata bahasa daerah. Pemerintah, melalui lembaga/instansi yang berwenang, juga harus mendukung upaya tersebut.


Kesimpulan: Jadi, dapat dikatakan bahwa bahasa daerah dengan bahasa indonesia memiliki hubungan yang sangat erat, saling melengkapi. Bahasa daerah biasa digunakan atau dipraktikkan dalam suku di daerah tertentu, misal pada suku jawa berarti bahasa daerah yg digunakan bahasa jawa. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahasa daerah dapat menjadi bahasa pengantar di sekolah dasar utamanya dalam pengajaran bahasa indonesia. Manfaatnya adalah, negara Indonesia dapat mencetak generasi-generasi baru yang mampu menguasai bahasa indonesia dg baik serta tidak juga melupakan bahasa daerahnya dimana ia berasal. Kita sebagai warga negara indonesia harus bisa menyeimbangkan tatanan berbahasa kita. Jangan karena kita berasal dari daerah, kemudian kita tidak mampu menguasai bahasa indonesia, begitupun sebaliknya. Walau bagaimanapun, bahasa indonesia adalah bahasa persatuan kita.


2.      Sejauh mana pengaruh bahasa pergaulan dalam perkembangan Bahasa Indonesia?
Penggunaan Bahasa Gaul Dalam Perkembangan Bahasa Indonesia
Seiring dengan perkembangan zaman ke zaman khususnya di Negara Indonesia semakin terlihat pengaruh yang diberikan oleh bahasa gaul terhadap bahasa Indonesia dalam penggunaan tata bahasanya. Penggunaan bahasa gaul oleh masyarakat luas menimbulkan dampak negatif terhadap perkembangan bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa pada saat sekarang dan masa yang akan datang. Dewasa ini, masyarakat sudah banyak yang memakai bahasa gaul dan parahnya lagi generasi muda Indonesia juga tidak terlepas dari pemakaian bahasa gaul ini. Bahkan generasi muda inilah yang banyak memakai bahasa gaul daripada pemakaian bahasa Indonesia. Untuk menghindari pemakaian bahasa gaul yang sangat luas di masyarakat, seharusnya kita menanamkan kecintaan dalam diri generasi bangsa terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Seiring dengan munculnya bahasa gaul dalam masyarakat, banyak sekali dampak atau pengaruh yang ditimbulkan oleh bahasa gaul terhadap perkembangan bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa diantaranya sebagai berikut:
Eksistensi Bahasa Indonesia Terancam Terpinggirkan Oleh Bahasa Gaul
Berbahasa sangat erat kaitannya dengan budaya sebuah generasi. Kalau generasi negeri ini kian tenggelam dalam pudarnya bahasa Indonesia yang lebih dalam, mungkin bahasa Indonesia akan semakin sempoyongan dalam memanggul bebannya sebagai bahasa nasional dan identitas bangsa. Dalam kondisi demikian, diperlukan pembinaan dan pemupukan sejak dini kepada generasi muda agar mereka tidak mengikuti pembusukan itu. Pengaruh arus globalisasi dalam identitas bangsa tercermin pada perilaku masyarakat yang mulai meninggalkan bahasa Indonesia dan terbiasa menggunakan bahasa gaul. Saat ini jelas di masyarakat sudah banyak adanya penggunaan bahasa gaul dan hal ini diperparah lagi dengan generasi muda Indonesia juga tidak terlepas dari pemakaian bahasa gaul. Bahkan, generasi muda inilah yang paling banyak menggunakan dan menciptakan bahasa gaul di masyarakat.

Yang menyebabkan punahnya bahasa indonesia
Penggunaan bahasa gaul yang semakin marak di kalangan remaja merupakan sinyal ancaman yang sangat serius terhadap bahasa indonesia dan pertanda semakin buruknya kemampuan berbahasa generasi muda zaman sekarang. Sehingga tidak dapat dipungkiri suatu saat bahasa Indonesia bisa hilang karena tergeser oleh bahasa gaul di masa yang akan datang.

Beberapa  dampak Positif dan Negatif dari Penggunaan Bahasa Gaul
Segala sesuatu pasti mempunyai dampak positif dan negatif. Begitu pula dengan bahasa gaul yang juga mempunyai dampak positif dan negatif terhadap penggunanya dan orang lain.
a.      Dampak Positif
Dampak positif dengan digunakannya bahasa gaul adalah remaja menjadi lebih kreatif. Terlepas dari menganggu atau tidaknya bahasa gaul ini, tidak ada salahnya kita menikmati tiap perubahan atau inovasi bahasa yang muncul. Asalkan dipakai pada situasi yang tepat, media yang tepat dan komunikan yang tepat juga.
b.      Dampak Negatif
Penggunaan bahasa gaul dapat mempersulit penggunanya untuk berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Padahal di sekolah atau di tempat kerja, kita diharuskan untuk selalu menggunakan bahasa yang baik dan benar. Tidak mungkin jika pekerjaan rumah, ulangan atau tugas sekolah dikerjakan dengan menggunakan bahasa gaul. Karena, bahasa gaul tidak masuk ke dalam tatanan bahasa akademis. Begitu juga di kantor, laporan yang kita buat tidak diperkanakan menggunakan bahasa gaul. Jadi, ketika situasi kita dalam situasi yang formal jangan menggunakan bahasa gaul sebagai komunikasi.
Kata-kata yang digunakan dalam berbicara seseorang dapat mencerminkan kemampuan berpikir dan tingkat kepribadiannya. Kepribadian seseorang yang baik dapat memilih apa saja yang harus diucapkan dan dibicarakan. Tidak berlebihan jika seseorang yang pandai berbahasa Indonesia, ia akan merasa diterima dan dihargai oleh berbagai kalangan.

Ada beberapa solusi yang dapat meningkatkan penggunaan bahasa Indonesia antara lain:
1.      Memberi kesadaran dan memotivasikan remaja akan fungsi dan pentingnya dari bahasa yang baku. Upaya ini dimaksud untuk mengajak seseorang menyadari porsi dan tempat yang tepat bagi penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
2.      Membutuhkan suatu upaya pembiasaan. Artinya, remaja dilatih untuk berbahasa secara tepat, baik secara lisan maupun tulisan setiap saat setidaknya selama berada di lingkungan sekolah. Pembiasaan ini akan sangat mempengaruhi perkembangan kemampuan berbahasa pada remaja.
3.      Proses kesadaran dan pembiasaan ini membutuhkan suatu kekuatan atau sanksi yang mengikat, misalnya tugas menuliskan suatu artikel atau karangan dengan bahasa yang baku. Hal ini akan menimbulkan keinginan remaja untuk mempelajari bahasa Indonesia yang baik dan benar.


Kesimpulan: modern ini bahasa gaul sudah merajalela dimana mana, menyebar kesemua kalangan, muda mudi, orgtua, bahkan anak-anak sekalipun. Mungkin pengaruh utamanya adalah Lingkungan, jika kita berada disuatu Lingkungan tertentu menggunakan bahasa gaul dg intensitas waktu yang cukup sering, sudah pasti terpengaruh. Fenomena ini sangat mengancam perkembangan bahasa indonesia. Terutama bagi generasi-generasi baru seperti anak-anak yang seharusnya mereka sejak usia dini lebih banyak diperkenalkan bahasa indonesia yang baik dan benar. Namun kenyataannya tidak begitu. Dengan demikian, peran orangtua sangatlah penting, lebih rajin memperkenalkan bahasa indonesia yg baik dan benar, disekolah atau dikampus pada mata pelajaran/mata kuliah bahasa diindonesia waktu pembelajarannya lebih diperpanjang lagi, dan lebih menekankan pada praktiknya, praktik bagaimana menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar.





Referensi: