Jumat, 19 Juni 2015

TULISAN 3

RESENSI NOVEL




Identitas Buku:
Judul Buku                  :Moga Bunda Disayang Allah
Pengarang                   : Tere-Liye
Penerbit                       : Republika
Tahun                          : 2006
Ukuran Buku              : 20.5 x 13.5 cm
Jumlah Halaman          : 306 halaman

Riwayat Pengarang
            Tere-Liye merupakan nama pena dari seorang novelis yang diambil dari bahasa india yang berarti “Untukmu”. Tere-Liye lahir dan besar di pedalaman Sumatera 21 Mei 1979, anak keenam dari tujuh bersaudara. Beliau terlahir dari keluarga petani, Tere-Liye menyelesaikan pendidikan dasar sampai SMP, di SDN 2 dan SMN 2 Kikim Timur, Sumatera Selatan, kemudian melanjutkan ke SMUN 9 Bandar Lampung. Setelah itu beliau meneruskan ke Universitas Indonesia mengambil jurusan Ekonomi.

Berikut karya-karya Tere-Liye yang lain:
  1. Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
  2. Pukat
  3. Burlian
  4. Hafalan Shalat Delisa
  5. Moga Bunda Disayang Allah
  6. Bidadari-Bidadari Surga
  7. Sang Penandai
  8. Rembulan Tenggelam Di Wajahmu
  9. Mimpi-Mimpi Si Patah Hati
  10. Cintaku Antara Jakarta dan Kuala Lumpur
  11. Senja Bersama Rosie
  12. ELIANA (serial anak-anak mamak)
  13. Berjuta Rasanya
  14. Sepotong Hati yang Baru


Sinopsis
Dalam Novel ini diceritakan seorang anak berumur 6 tahun bernama Melati yang memiliki keterbatasan dalam hidupnya, ia menderita buta,tuli dan bisu semua keterbatasan yang dialami oleh melati sudah sangat membuatnya putus asa,  ia tak dapat mengenal siapa Tuhannya, alam serta isinya, semua rasa ingin taunya akan segala hal membuatnya semakin putus asa dan akhirnya tak dapat dikendalikan, sering kali melati mengamuk dan melempar benda-benda yang ada didekatnya, jika ia disentuh ia akan langsung merota-ronta melawan. Kedua orang tuanya tuan HK dan istrinya hampir menyerah akan kesembuhan melati ,dokter dari luar negeri sudah beberapa kali mencoba menangani melati, namun hasilnya tetap sama tidak ada perubahan. Hingga akhirnya pak guru Karang yang suka mabuk dan terpuruk akan kehidupannya, yang datang menolong melati agar dapat mengenal Tuhan, dunia dan seisinya, sudah beberapa kali bunda melati mengirimkan surat bahkan mengujungi Karang langsung ke rumah ibu gendut dimana karang tinggal utuk meminta bantuan agar bersedia membantu Melati, awalnya Karang tak ada minat sedikitpun utuk membantu Melati karena rasa bersalah dan putus asa yang masih terbayang dibenaknya, yaitu menewaskan 18 anak didiknya di taman bacaan ketika terjadi kecelakaan tengelamnya kapal, hal itu masih terbayang di benak Karang karena tak dapat menyelamatkan mereka, namun karena bujukan ibu gendut dan kecintaan Karang terhadap anak kecil, ia akhirnya berubah pikiran dan ingin membantu Melati lepas dari segala putus asa dan rasa keingitahuannya yang sudah lama terpendam dalam benaknya untuk mengenal dunia dan seisinya.
Karang berusaha semampunya mengajari Melati mengenal benda, mengajari ia tata krama, makan dan lain sebagainya, yang sebelumnya Melati amat sangat sulit makan dengan sendok, akhirnya ia mampu walau harus berulang kali gagal, Melati sudah mampu duduk di atas kursi jika ia makan, hampir rasa putus asa itu timbul dalam diri Karang namun secara bertahap kebesaran Tuhan sudah mulai terlihat dalam diri Melati. Walau banyak kendala yang dialami oleh Karang, kerap beberapa kali ia hampir diusir dari rumah mewah itu karena dianggap tak ada hasil atau perkembangan dalam diri Melati, namun pada suatu ketika Melati tak dapat lagi membendung rasa keingin tahuannya akan benda yang dinginkan dan sangat mnyenangkan baginya itu, ia keluar berjalan meraba-raba menuju taman, bediri dibawah rintikan hujan merasakan benda yang sangat ia sukai, Lalu keajaiban datang ketika air mancur itu membasuh lembut telapak tangan Melati. Melati merasakan aliran air di sela jemarinya. Saat itulah untuk pertama kalinya Karang melihat Melati tertawa. Karang akhirnya mengerti, melalui telapak tangan itulah Karang menuliskan kata Air, dan meletakkan telapak tangan Melati kemulutnya dan berkata A-I-R. Melati akhirnya mengerti benda yang menyenangkan itu bernama air. Melalui telapak tangan Melati, air mancur yang mengalir di tangan dan sela-sela jarinya berhasil mencukilnya. Melalui telapak tangan itulah semua panca indera nya kembali berfungsi. Akhirnya dunia Melati tidak lagi gelap. Dia bisa mengenali orang tuanya, dia bisa mengenali kursi, sendok, pohon dan sebagainya.

Kelebihan
Dalam novel ini menyuguhkan perjuangan hidup yang tidak mudah yang dialami oleh anak-anak. Baik itu Karang yang yatim piatu maupun Melati dengan segala kekurangannya. Namun ada satu kesamaan antara mereka, anak-anak selalu punya janji masa depan yang lebih baik. Penulis berulang kali mengungkapkan kalimat yang mengingatkan pembaca untuk bersabar dan bersyukur “Hidup ini adil, sungguh Allah Maha Adil, kitalah yang terlalu bebal sehingga tidak tahu dimana letak keadilanNya, namun bukan berarti Allah tidak adil”.

Kekurangan
Penggunaan berulang-ulang kosakata yang tidak baku serta kalimat tambahan yang tidak perlu sehingga mengganggu kenyamanan dalam membaca. Seperti penggunaan kata “ibu-ibu gemuk” yang artinya menunjuk pada seorang ibu yang bertubuh subur. Pilihan penulis dalam penempatan setting dan kegiatan pendukung dalam novel terasa kurang tepat. Dalam novel semua tokoh digambarkan sebagai orang-orang muslim dengan segala aktivitas dan atribut mereka, namun pada ending cerita penulis menciptakan suasana pesta kembang api yang dirayakan pada tahun baru Imlek oleh masyarakat termasuk para tokoh novel. Secara tidak langsung menyebutkan secara jelas kota atau negara terjadinya peristiwa dalam novel, sejak awal penulis hanya menyebutkan tempat-tempat semu: “rumah di atas bukit”, “daerah jauh dari ibu kota”, “Tuan dan Bunda HK”. Jadi tidak terlihat jelas keberagaman budaya atau mayoritas budaya penduduk yang ada di daerah tempat tinggal tokoh Melati, sehingga kurang menjadikan alasan tepat jika penulis dengan tiba-tiba memasukkan salah satu kegiatan tahunan keluarga Melati adalah merayakan tahun baru China dan tidak sesuai dengan karakter tokoh yang beragama muslim lalu merayakan tahaun baru cina.

Kesimpulan
Novel ini diangkat dari salah satu kisah nyata paling mengharukan yang terjadi di Alabama 1880-1968, menceritakan perjuangan seorang anak dengan penyakit yang tiba-tiba datang menghampirinya tanpa sebab. Buta, tuli, dan bisu, dengan semua keterbatasan yang dimilikinya dia tetap berusaha dan tegar, namun semua yang dirasakannya hanya gelap, tentang dunia dan Tuhan gelap gulita. Rasa ingin tau yang hanya hanya bisa terpendam dalam diri membuatnya mudah marah. Membuat keluarganya sedih melihat keadaannya.

            Cobaan ini merupakan bentuk kasih sayang Allah yang diberikan kepada hambanya, dengan segala usaha sang ibu, Allah memberikan jalan keluar dari cobaan itu melalui seorang pemuda. Jalan cerita novel ini sangat menyentuh hati dan juga pengarangnya sangat kreatif.


Referensi:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar